Senin, 28 September 2009

Puisi Mendefinisikan Dirinya Sendiri

Dahulu adalah seorang yang hanya sedikit sahaja memperoleh pelajaran sekolah. Ia amat rajin bekerja, ia hidup dengan hemat dan cermatnya, istrinya ialah seorang perempuan yang arif budiman, dan lama-kelamaan jadilah ia seorang yang berada. Maka inginlah ia menambah pelajarannya dan dicarinyalah seorang guru. Guru itu menceritakan kepadanya tentang adanya sajak. Sajak itu mempunyai jumlah suku kata yang tertentu pada tiap-tiap baris dan baris-baris itu bersajak satu dengan yang lain. “Itulah puisi”, kata guru itu kepadanya, dan diberinya sebuah

contoh:
Jikalau tuan menjadi sungai,
Kakang menjadi ikan yang permai
(Dikutip dari Penjedar Sastera)
Apakah puisi? Dalam bahasa Indonesia selain dikenal istilah puisi ada juga yang menyebutnya sajak. Pada awalnya, sajak memiliki arti persamaan bunyi, seperti pada pantun kita kenal memiliki persamaan bunyi dengan rumus abab atau dapat kita sebut bersajak abab. Menurut J.S. Badudu istilah puisi (poet) sebenarnya berpadanan dengan istilah sanjak. Akan tetapi, seiring dengan perubahan waktu istilah puisi berpadanan dengan istilah sajak dan kedua istilah itu dalam penggunaannya sama-sama bersaing, sama-sama produktif.

Selain istilah-istilah yang telah disebutkan di atas adakalanya orang juga menyebut istilah syair. Istilah syair sebenarnya adalah salah satu jenis puisi lama yang mirip dengan pantun tetapi berisi cerita. Di masyarakat luas istilah syair lebih banyak digunakan untuk menyebut kata-kata yang digunakan dalam lagu. Orang sering menyebutnya syair lagu atau lirik lagu.

Untuk memahami puisi, Shanon Ahmad, seperti yang dikutip oleh Pradopo, membuat definisi puisi dengan memadukan unsur-unsur yang terdapat pada berbagai macam definisi. Puisi adalah ekspresi pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca idera dalam susunan yang berirama.

Inilah satu lagi definisi puisi yang menurut penyusunnya (Herman J. Waluyo) merupakan definisi yang terpaksa, “Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya”.

Ada baiknya pula merenungkan sebuah dialog antara seorang anak dan ayahnya tentang apa itu puisi.

Anak : Ayah, apakah sebenarnya yang disebut puisi itu?
Ayah : Apabila engkau ingin mengerti puisi, anakku
Pandanglah tenang-tenang gelombang lautan di samudera luas tanpa tepi
Dengarlah baik-baik kicau unggas di pagi hari
Puisi adalah kehidupan, anakku
Puisi adalah sesungging senyum yang terlukis pada sudut bibir sang dara
Puisi adalah pemahaman rasa, anakku
Karena itu, bila kau ingin memahami puisi, bukalah pintu hatimu.

Rabu, 06 Mei 2009

DOA DALAM PUISI

Doa dalam Puisi
oleh Agus Nasihin

Puisi Doa: yang Berjudul “Doa” dan yang Mengandung Kata “Doa”

Para penyair dalam menuliskan puisinya yang berkaitan dengan doa banyak yang memberi judul ”Doa”, seperti Amir Hamzah, Chairil Anwar, Budiman S. Hartoyo, Ajip Rosidi, Abdul Hadi, Taufiq Ismail, Sutardji, Rachmat Djoko Pradopo. Pada umumnya puisi-puisi yang hanya berjudul ”Doa” berkaitan dengan permohonan individu penyairnya. Penggunaan aku lirik sangat dominan dalam puisi-puisi yang berjudul ”Doa” ini.
Sebagian besar penyair menulis puisi dengan judul yang mengandung kata ”doa” yang ditujukan untuk orang lain (komunitas tertentu) atau merupakan identifikasi penyair terhadap orang lain (komunitas tertentu), seperti ”Doa Poyangku” Amir Hamzah, ”Doa Orang Kubangan” Taufiq Ismail, ”Doa Putih Pembakar Kapur” Toto Sudarto Bachtiar, ”Doa Para Pelaut yang Tabah” Sapardi Djoko Damono, ”Doa Seorang WTS” Subagio Sastrowardoyo, ”Doa untuk Anakku” Emha Ainun Nadjib, ”Doa Perempuan” Miranda Risang Ayu”. Judul-judul seperti ini menunjukkan dengan jelas keberpihakan penyair kepada orang-orang yang disebutkan dalam judul sajaknya. Penyair sudah tidak berbicara lagi tentang dirinya, keinginan-keinginan dirinya, tetapi sudah menjadi pembela bagi orang lain; menjadi pembela kaum yang tertindas.
Selain kedua jenis judul di atas, terdapat juga judul yang mengandung kata ”doa” berkaitan dengan suasana atau tempat, seperti puisi ”Doa di Jakarta” W.S. Rendra, ”Dalam Doa” Sapardi Djoko Damono, ”Doa di Tengah Massa” Emha Ainun Nadjib, ”Doa Penutupan Penataran P4” Mustofa Bisri, ”Doa Malam” Ahmadun Y. Herfanda. Puisi-puisi ini menunjukkan suasana atau keadaan yang perlu mendapat perhatian karena ada sesuatu yang dirasakan ganjil atau sangat penting oleh penyair.

Puisi Doa: Permintaan, Pengakuan, dan Cinta

Doa dalam puisi banyak yang berisi tentang permintaan. Dalam puisi “Doa” Ajip Rosidi yang hanya satu bait berisi permintaan kepada Tuhan.
Tuhan. Beri aku kekuatan
Menguasai diri sendiri, kesunyian
dan keserakahan. Beri aku petunjuk selalu
untuk memilih jalanMu, keridoanMu, amin.

Demikian pula dalam puisi “Doa”, Amir Hamzah menginginkan sesuatu dari kekasihnya (Tuhan) sebagai suatu permintaan,
Aduh kekasihku, isi hatiku dengan katamu,
Penuhi dengan cahayamu, biar bersinar mataku
sendu, biar berbinar gelakku rayu!
Berbeda dengan Ajip Rosidi, Amir Hamzah memulai puisi ”Doa”nya dengan memuji-muji Tuhan dan bersyukur kepada-Nya karena Tuhannya telah memberi kesejukan yang diibaratkan senja setelah terik matahari.
Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku?
dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik,
setelah menghalaukan panas terik,
angin malam mengembus lemah, menyejuk
badan, melambung rasa,
menayang fikir, membawa angan ke bawah kursimu

Puisi “Doa” Taufiq Ismail dapat dikategorikan ke dalam puisi yang berisi pengakuan dan kehinaan diri, kemudian disusul dengan permohonan berupa pengampunan dari Tuhan.
Tuhan kami
Telah nista kami dalam dosa bersama
Bertahun membangun kultus ini
Dalam pikiran yang ganda
Dan menutupi hati nurani

Ampunilah kami
Ampunilah
Amin
Pengakuan akan dosa juga tampak pada puisi ”Doa” Budiman S. Hartoyo, seraya memohon agar Tuhan tidak berpaling.
Betapapun, ya Allah
jangan palingkan WajahMu
Betapapun kusandang dosa-dosaku
dan dengan rasa malu
aku datang menghadapMu
Walaupun tidak berbicara tentang dosa, Chairil Anwar juga mengungkapkan pengakuan di hadapan Tuhannya, mengakui akan kelemahan dirinya, Tuhanku/ aku hilang bentuk/ remuk.
Dalam puisi “Doa” Amir Hamzah tampak sekali bahwa Tuhan sebagai seorang kekasih, Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku? Doa yang dipanjatkan oleh Amir Hamzah doa penuh cinta. Demikian pula dengan puisi “Doa” Chairil Anwar memperlihatkan kekuatan cinta kepada Tuhan, Tuhanku/ Dalam termangu/ Aku masih menyebut namaMu/ Biar susah sungguh/ mengingat Kau penuh seluruh. Pada bait terakhir secara tersirat Chairil pun membutuhkan uluran tangan Tuhan supaya mau membuka pintu-Nya.
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
Kecintaan penyair yang sangat besar kepada Tuhannya terasa pula dalam puisi “Doa I” Abdul Hadi W.M. Tuhanlah yang menyediakan segala sesuatu. Kalau ada yang kenyang, Tuhanlah yang mengulurkan tangan, membuat manusia kenyang. Tuhanlah yang memberi nasi. Akan tetapi, Tuhan pun ikut meneteskan air mata jika ada makhluk-Nya yang kelaparan dan berebut nasi. Tuhan ditempatkan sebagai sesuatu yang sangat imanen. Tuhan merupakan refleksi dari tangan, kenyang, dan nasi.
Kalau ada tangan yang mengulurkan kenyang dari perut nasi
hingga enyah lapar ini, Kaulah tangan itu.
Kalau ada kenyang yang meliputi nasi hingga tergerak tangan
ini membukanya, Kaulah kenyang itu.
Kalau ada nasi yang menghidupkan kembali jiwa lapar hingga
bangkit kekuatan tangan ini, Kaulah nasi itu.
Tapi kalau ada lapar yang bergerak menggeliat merebut nasi
untuk sekedar kenyang hingga tergoncang seluruh bumi,
Kaulah airmata ini.
Hal yang sama terdapat dalam puisi ”Doa Putih Pembakar Kapur” karya Toto Sudarto Bachtiar
Terbungkuk di bawah keranjang batu
Sehidup suntuk kudaki tangga waktu
Terhuyung-terhuyung satu satu
Tetapi aku masih tetap cinta pada-Mu

Puisi Doa: Permohonan Individual dan Permohonan Sosial
Puisi yang berkaitan dengan doa pada umumnya berbicara tentang individu sebagai aku lirik atau subjek lirik. Seruan-seruan yang ditujukan kepada Tuhan merupakan seruan retoris subjek lirik.
Aduh kekasihku, isi hatiku dengan katamu,
Penuhi dengan cahayamu, biar bersinar mataku
sendu, biar berbinar gelakku rayu!
Yang menjadi isi permohonan Amir Hamzah di atas adalah agar diri subjek lirik diterangi dengan sinar Tuhan.
Dalam puisi Budiman S. Hartoyo, aku lirik yang merasa banyak dosa memohon kepada Tuhan agar tidak memalingkan wajahnya. Betapapun, ya Allah/ jangan palingkan WajahMu/ Betapapun kusandang dosa-dosaku/ dan dengan rasa malu/ aku datang menghadapMu
Sementara itu, yang dimohon oleh Ajip Rosidi adalah kekuatan untuk menghadapi hawa nafsu, kesunyian, dan keserakahan, Tuhan. Beri aku kekuatan/ Menguasai diri sendiri, kesunyian/ dan keserakahan./ Beri aku petunjuk selalu/ untuk memilih jalanMu, keridoanMu, amin.
Pembicara dalam puisi Toto Sudarto Bachtiar ”Doa Putih Pembakar Kapur” pun menggunakan subjek lirik, tetapi puisi ini dengan jelas terlihat siapa aku lirik yang dimaksud, pembakar kapur. Subjek lirik bukanlah si penyairnya, melainkan pembakar kapur yang menerima takdirnya dan harus tetap bersyukur dengan keadaannya. Yang menjadi permohonannya adalah agar Tuhan mau mendengar rintihan kerinduannya.
Terbungkuk di bawah keranjang batu
Sehidup suntuk kudaki tangga waktu
Terhuyung-terhuyung satu satu
Tetapi aku masih tetap cinta pada-Mu

Dalam gaung nyanyian asap putih
Tidakkah Kau dengar rinduku yang merintih?
Takdir-Mu telah mengantarku ke sini
Ke kehidupan garang masa kini
Cara yang sama dilakukan oleh Subagio Sastrowardoyo, aku lirik dalam puisi “Doa Seorang WTS“ adalah seorang WTS. Puisinya berisi pengaduan terhadap Tuhan agar Tuhan mau memaklumi pekerjaan yang dilakukannya. Kebutuhan hidup sehari-hari tidak bisa terpenuhi dengan hanya mengandalkan gaji suami.
Tuhan, jangan harapkan saya sempurna.
Kesucian saya tak mungkin bisa pulih.
Laki saya kerja di pabrik rokok. Yang
dibawa pulang saban bulan Cuma
10.000. Selebihnya dihabiskan di mainan
judi buntut. Sedang anak-anak masih
kecil, tiga. Yang sulung baru kelas dua
SD. Mereka perlu makan, perlu obat
kalau sakit.
Selain persoalan aku lirik sebagai individu, pembicara dalam puisi doa dapat berupa subjek lirik yang mengatasnamakan kelompok dengan menggunakan kata ”kami”, seperti pada puisi ”Doa” Taufiq Ismail,
Tuhan kami
Telah nista kami dalam dosa bersama
Bertahun membangun kultus ini
Dalam pikiran yang ganda
Dan menutupi hati nurani

Ampunilah kami
Ampunilah
Amin
Beberapa puisi doa bermuatan doa subjek lirik yang ditujukan untuk orang lain, seperti puisi ”Doa untuk Anakku” Emha Ainun Nadjib atau puisi ”Sajak Doa” Ahmadun Y. Herfanda yang ditujukan kepada Kuntowijoyo. Dalam puisi ”Doa untuk Anakku”, Emha memohon agar Tuhan tidak memanjakan anaknya, bahkan sebaliknya subjek lirik memohon agar anaknya diberi ujian, diberi hukuman, diberi cambukan agar dapat menjadi manusia yang kuat: Janganlah Kaumanjakan ia/ Jangan Kauistimewakan kemurahan baginya/ Agar cepat ia mengenali dirinya/ Dan mengerti bahasa tetangganya. Sementara itu, Ahmadun dalam puisinya memohon kesembuhan bagi sahabatnya sesama penyair, yaitu Kuntowijoyo,
tuhanku, hari ini aku bersimpuh
di hadapanmu, mengangkat tangan
dalam linangan air mata sejati
memohon kesembuhan sahabat kami
guru kami, yang kini terbaring
tak berdaya di pangkuanmu

Pembicara yang mengatasnamakan ”kami” terdapat pada puisi doa, seperti pada puisi Sapardi, ”Doa Para Pelaut yang Tabah”, puisi Emha Ainun Nadjib, “Doa untuk Hari Esok Kami” atau puisi Mustofa Bisri “Doa Penutupan Penataran P4”. Dalam puisi Sapardi, misalnya permohonan yang disampaikan berkenaan dengan kekuatan untuk dapat terus mengarungi lautan,
selalu bajakan otot-otot lengan kami, ya Tuhan,
yang tetap mengayuh entah sejak kapan
barangkali akan segera memutih rambut kami ini,
satu demi satu merasa letih, dan tersungkur mati,
tapi berlaksa anak-anak kami akan memegang dayung
serta kemudi
menggantikan kami
Puisi-puisi yang menggunakan aku lirik pada umumnya berbicara tentang kepentingan individu atau permohonan diri si aku lirik yang sangat mungkin adalah si penyair sendiri. Akan tetapi, ada pula pembicara dalam puisi doa sebagai aku lirik yang berdimensi sosial, misalnya doa yang dipanjatkan aku lirik ditujukan untuk orang lain. Puisi doa yang menggunakan pembicara sebagai seseorang atau sekelompok orang dimaksudkan sebagai doa yang berdimensi sosial. Demikian pula penggunaan kata ganti ”kami” dalam doa menunjukkan bahwa doa tersebut tidak ditujukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi ditujukan pula untuk kemaslahatan orang banyak.

Puisi Doa: sebagai Kritik Sosial
Puisi doa yang ditulis oleh para penyair dimanfaatkan pula untuk menyampaikan kritik sosial. Dalam puisinya yang lain “Mendoakan Khatib Jumat agar Mendoakan” Taufiq Ismail mengkritik para khatib di mimbar Jumat yang sering luput dari perhatian masalah sosial, masalah-masalah kaum muslimin yang terabaikan. Puisi ini merupakan kritik sosial. Walaupun judulnya mengandung kata “doa”, isinya tidak berkaitan dengan permintaan.
Berminggu-minggu debu Galunggung menyusupi kota-kota
Beratus-ribu saudara kita jatuh sengsara
Di Kalimantan berjuta hektar hutan terbakar
Asapnya menutup Asia Tenggara, apinya berbulan menjalar-jalar
Aku masuk sebuah masjid suatu Jumat tengah hari
Tak kudengar khatib mendoakan mereka
...........................
Puisi Mustafa Bisri ”Doa Penutupan Penataran P4” dimaksudkan sebagai kritik terhadap ritual penataran yang ”sok moralis”, tetapi setelahnya perilaku petatar banyak yang tidak menghayati dan tidak mengamalkan Pancasila. Puisi ”Doa Para Penguasa Sepanjang Masa” karya Hamid Jabbar yang isinya hanya satu kata ”Aman” merupakan kritik yang pedas terhadap para penguasa yang doanya hanya berkenaan dengan upaya ”mengamankan” kedudukannya.
Puisi ”Doa di Jakarta” karya W.S. Rendra tidak luput dari kritik sosial tentang keadaan kota Jakarta yang sudah mulai kehilangan ”kemanusiaan”, lingkungan yang kotor, dan tipu daya yang sudah menjadi budaya.
Tuhan Yang Maha Esa
alangkah tegangnya
melihat kehidupan yang tergadai,
pikiran yang dipabrikkan,
dan masyarakat yang diternakkan

Puisi Doa: Metafora yang Imanen
Penggunaan majas dalam puisi-puisi doa tampak khas karena yang diajak berdialog adalah Tuhan yang harus dipuji, dihormati, dan dicintai. Permohonan haruslah disampaikan dengan cara-cara yang sangat santun agar permohonan itu dikabulkan. Dalam puisi Amir Hamzah, Tuhan diibaratkan sebagai kekasih. Tuhan sebagai kekasih diibaratkan senja yang memberikan kesejukan setelah berlalunya terik matahari siang hari. Sementara itu, manusia sebagai makhluk yang siap menerima kata dan kasih Tuhan. Dalam puisi Chairil Anwar Tuhan diibaratkan sebagai cahaya panas suci yang bagi dirinya tinggal kerdip lilin, sementara manusia sebagai makhluk yang lemah, hilang bentuk – remuk. Metafor cahaya bagi Tuhan digunakan juga oleh Sapardi Djoko Damono dalam sajaknya “Dalam Doa I”, kupandang ke sana: Isyarat-isyarat dalam cahaya/kupandang semesta ketika Engkau seketika memijar dalam Kata
Dalam puisi “Doa” Budiman S. Hartoyo, Tuhan merupakan sesuatu yang imanen, Tuhan sangat dekat dengan manusia. Tuhan melihat tingkah polah manusia. Manusia pun dalam puisi ini mengenali, bahkan melihat Tuhannya, bahkan manusia diibaratkan gasing yang diputar-putar
Tuhan,
Ya, betapapun telah Kausaksikan
polah tingkahku selama ini
seperti mainan gasing di tengah galau kehidupan
yang Kauputar-putar
Dalam puisi “Doa I” Abdul Hadi menempatkan Tuhan sebagai pemeran utama. Tuhan sebagai tangan yang mengulurkan makanan. Tuhan sebagai kenyang itu sendiri. Tuhan sebagai nasi. Tuhan sebagai airmata ketika melihat kelaparan. Dalam puisinya yang lain, “Doa II” Abdul Hadi menempatkan Tuhan sebagai yang imanen karena berumah di air dan di udara, Tuhan, kami yang berumah di udara dan air,/ bahagia beroleh angin dapat lagi mengalir...Manusia adalah makhluk yang tidak dapat hidup tanpa air dan udara. Manusia setiap hari bernafas dan meminum air untuk kelangsungan hidupnya.
Kelemahan manusia juga tampak pada puisi Sapardi “Doa Para Pelaut yang Tabah”. Manusia tidak akan mampu terus menerus mengayuh perahu, maka kekuatan Tuhanlah yang diharapkan agar para pelaut dapat mewariskan kemampuannya kepada anak-anaknya. Dalam puisi W.S. Rendra “Doa Seorang WTS” manusia mengakui dirinya sebagai makhluk yang tidak sempurna dan Tuhan diminta untuk memakluminya.
Yang cukup unik adalah manifestasi Tuhan dalam puisi “Doa” Sutardji Calzoum Bachri. Dia menyebut Tuhan sebagai Bapak Kapak,
O Bapak Kapak
beri aku leherleher panjang
biar kutetak
biar ngalir darah resah
ke sanggup laut
Mampus!
Sementara itu, Ahmadun Y. Herfanda dalam puisi “Doa Pembuka” mengambil perumpamaan dari hadis Qudsi. Tangan, kaki, lidah, mata, dan telinga manusia yang selalu berzikir adalah tangan, kaki, lidah, dan mata Tuhan. Bentuk kesatuan antara manusia dengan Tuhannya merupakan bentuk penempatan Tuhan secara imanen

Daftar Rujukan
Al-Ahify, Syaikh Muhammad Mahdi. 1994. Muatan Cinta Ilahi dalam Doa-doa Ahlul Bayt. Bandung: Pustaka Hidayah.
Bachtiar, Toto Sudarto. 2001. Suara, Etsa, Desah. Jakarta: Grasindo.
Bisri, Mustofa. 1990. Ohoi: Kumpulan Puisi Balsem. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Herfanda, Ahmadun Yosi. 1996. Sembahyang Rumputan. Yogyakarta: Bentang Budaya.
Ismail, Taufiq. 2000. Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia. Jakarta: Yayasan Indonesia.
Jabbar, Hamid. 1998. Super Hilang. Jakarta: Balai Pustaka.
Jabrohim. 2003. Tahajud Cinta Emha Ainun Najdib. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sukardi (ed.). 2000. Kuliah-Kuliah Tasawuf. Bandung: Pustaka Hidayah.
Leaman, Oliver. 2005. Estetika Islam. Bandung: Mizan
Nadjib, Emha Ainun. 1993. Sesobek Buku Harian Indonesia. Yogyakarta: Bentang Budaya.
Sastrowardoyo, Subagio. 1990. Simfoni Dua. Jakarta: Balai Pustaka.
Syariati, Ali.1995. Doa Sejak Ali Zainal Abidin hingga Alexis Carrel. Bandung: Pustaka Hidayah.

Jumat, 06 Maret 2009

Puisi yang Belum Dimusikalisasi

CINTA DALAM SECANGKIR KOPI

Secangkir kopi yang kauhidangkan itu
terlalu manis
tapi
dari buihnya kutemukan cinta
dari asapnya kulihat cinta
dari aromanya kucium cinta
maka
yang kuminum itu bukan segelas kopi
tapi segenap cinta

dan kunikmati kopi itu
bersama dedaknya karena di sana
masih mengendap cinta

2008


CINTA DALAM SAKU CELANA

Setiap kupulang kerja
cinta kusimpan dalam saku celana
dan kau lupa tak mengeluarkannya

Dalam rendaman cucian
cinta bercampur noda

Ketika air rendaman kau buang
cinta pun hanyut ke selokan
dan engkau tak sempat memungutnya
dan engkau mendengar bisikan
celana yang hendak kau gantung di jemuran
“Tak perlu risau karena ia masih banyak menyimpan
cinta untukmu”

2008


CINTA DALAM DOA SEBELUM TIDUR

Tuhanku,
karena cinta-Mu
kucintai kata-kata
dan kucintai dia

Tuhanku,
setiap kali aku
sulit memejamkan mata
kucari kata-kata
di balik bilik
tak ada
di balik langit-langit
tak ada

lalu aku curiga
mungkin kata-kata
sudah habis dimakan
para pencari cinta


2008


TAK ADA KATA….DALAM SAJAK INI

Ada satu kata yang tak ada dalam sajak ini
kata yang paling disuka dalam lagu-lagu remaja

Ada satu kata yang tak ada dalam sajak ini
kata yang diucapkan seorang pemuda kepada kekasihnya

Ada satu kata yang tak ada dalam sajak ini
kata yang diucapkan suami kepada istrinya walau hanya pura-pura

Ada satu kata yang tak ada dalam sajak ini
kata yang tak akan kucantumkan dalam sajak ini
karena akan bertentangan dengan judulnya

2008


KAU TAK PERCAYA LAGI

Kau tak percaya lagi
kepada penyair yang mengekalkan cintanya lewat kata-kata
karena katamu
selalu ada yang bersembunyi di balik kata-katanya

2008



CINTA DALAM TELEPON GENGGAM

Ada beberapa nama wanita dalam telepon genggammu
dan mereka benar-benar wanita

Ada beberapa nama pria dalam telepon genggammu
Dan mereka bukan benar-benar pria

Nama-nama itu kausimpan
dan kaupanggil sewaktu-waktu
sebagai pengusir sepi

Malam-malam nama-nama itu
menjelma dalam mimpi-mimpi
(mungkin ketika tidur di samping istri)

Nama-nama itu tidak hanya kau simpan dalam telepon genggammu
tapi juga dalam telepon batinmu
yang terlalu kuat sinyalnya ketika sedang di ranjang

Karena ada dalam telepon batinmu
nama-nama itu sering kaupanggil
sambil jongkok di kamar mandi

2008



CINTA PADA ULTAH KE-41

“Bagaimana cara mengukur kesetiaanmu?
Seberapa besarkah?
atau
Seberapa tinggikah?”
tanyamu kepada usia

“Biarlah itu tetap menjadi rahasia
karena tugasmu sebagai penakluk waktu”
jawab usia

71008



CINTA DALAM USIA

Cinta itu terus membujukmu
Untuk selalu setia pada usia
Sementara pengkhianatan terjadi
Pada tubuhmu:
rambut yang mengkhianati kepalamu
ketajaman yang mengkhianati matamu
kekencangan yang mengkhianati kulitmu
kegesitan yang mengkhianati gerakmu
kecerdasan yang mengkhianati otakmu

71008

Jumat, 16 Januari 2009

Aktor Orchestra

Aktor Orchestra merupakan grup band yang khusus dibentuk untuk mengiringi musikalisasi puisi-puisi Agus Nasihin dan Yanti Sri Budiarti. Personil Aktor Orchestra terdiri atas Ens pada gitar, Bayu pada gitar rythm, Triandi pada keyboard, Gugun pada bass, dan Gugum pada drum. Puisi-puisi Agus Nasihin yang dimusikalisasi diambil dari buku kumpulan puisi "Ketika Engkau Menagih Puisi". Sementara itu, puisi-puisi Yanti Sri
Budiarti yang dimusikalisasi diambil dari buku kumpulan puisi "Bolehkah Merindu". Pencipta lagu dan aransmen musik puisi-puisi Agus Nasihin dan Yanti Sri Budiarti oleh A. Bima Sutisna. Album musikalisasi puisi yang telah diedarkan dalam bentuk VCD dengan judul "Depan Cermin". Album tersebut diproduseri oleh A. Bima Sutisna bersama Agus Nasihin.


Kamis, 08 Januari 2009

Musikalisasi Puisi-puisi Agus Nasihin

Musikalisasi puisi sebagai salah satu cara mendekatkan puisi kepada khalayak.
Musikalisasi puisi sebagai bentuk kreativitas bermusik.
Musikalisasi puisi sebagai transformasi tekstual ke dalam musikal

"Puisi adalah pikiran yang musikal", kata Thomas Carlyle. Jika puisi adalah musik, mengapa harus dibuat musikalisasi puisi? Justru karena puisi itu musik, lebih "enak" jika diiringi instrumen musik. Musik adalah bahasa yang universal. Kita dapat menikmati musik instrumen atau lagu-lagu berbahasa asing walaupun tidak memahami makna lirik lagunya. Begitupun puisi, kata-kata dalam puisi penuh dengan konotasi, simbol, metafora. Puisi sering dihindari karena menuntut kita untuk mengaktifkan imajinasi dan pikiran. Puisi yang diolah menjadi musikalisasi puisi setidak-tidaknya diharapkan akan lebih mudah mendekatkan puisi kepada khalayak yang lebih luas.





IQRA

Pengembaraanku berakhir di kamar ini
ketika mendengar tangisan pertamamu
yang menuntut kelelakianku
Apa yang akan kau titipkan padaku
malam yang sunyi, pagi yang kabut, atau luka yang perih

Iqra!
Bukit-bukit yang sepi telah lama merindukan gema
akankah kau isi dengan suara tangismu
daun-daun yang kering meminta hujan dari matamu
dan ombak yang gelisah memohon dekapan tanganmu


ISTIRAHLAH

Setelah angin mengucapkan salam
embun bernyanyi zikir
jeritan hati dalam doa
menembus mega-mega
jagat tak terbaca

Laa haula walaa quwwata illaa billah
langkah pertama bersama wangi bunga
bersigap menaklukkan sejarah
O...belum juga pada tepi pertemuan
jiwa tak terbaca

Matahari tegak berdiri di ubun-ubun
menegur langkah untuk istirah
bersimpuh mengadu tentang perjalanan
Inilah doa kedua hari ini
membelah langit hingga ke arasy

Sebelum sampai pada kesempurnaan berkarib dengan-Mu
izinkan doa menebas dosa.


BUAT ALIA DAN IBUNYA

Kudengar suaramu dari balikbalik bukit. Betapa merdu
bagai nyanyian burung di pagi hari. Kutanam dalamdalam di setiap
poripori kulitku - mendengung dalam gendang telingaku.
Betapa riang hatiku seperti anak kecil yang yang mendapat mainan
baru. Aku ingin cepat bertemu denganmu esok pagi agar dapat
kudengar lagi nyanyianmu.